Selasa, September 17, 2024
spot_img

Perjuangan Wali Joko dan Masjid Agung Kendal

Kisah Perjuangan Wali Joko dan Masjid Agung Kendal

Indonesia dahulu dikenal sebagai ‘Nusantara’. Masyarakat Nusantara mulai mengenal Islam sejak abad ke-7 M. Sebelum Islam hadir, masyarakat Indonesia mempunyai keyakinan sesuai agama nenek moyang mereka yaitu Hindu dan Budha. Tidak sedikit pula masyarakat yang menyembah –sesuatu yang mereka yakini sebagai- roh nenek moyang mereka.

Seiring berjalannya waktu, Islam mulai masuk ke Nusantara dan mengalami persebaran yang sangat pesat. Hal ini tidak lepas dari peran ulama dengan perjuangan yang luar biasa. Salah satu ulama yang memiliki peran penting dalam penyebaran agama Islam di Nusantara adalah ‘Wali Joko’. Ia lebih banyak bergerak di wilayah Kendal dan sekitarnya.

Wali Joko yang mempunyai nama lain Raden Panggung lahir tahun 1463 M. Dia merupakan putra bungsu dari Raja Majapahit terakhir, Raja Brawijaya V (Prabu Kertabumi) dari hasil pernikahannya dengan Sri Muradaningrum (Candrawati).

Wali Joko hidup di tegah-tengah kerajaan Majapahit. Ia berperan sebagai Pangeran Majapahit dengan seorang kakak kandungnya yang bernama Sri Batoro Katong. Raden Panggung mempunyai satu saudara kandung dan sembilan saudara tiri. Sembilan saudara tirinya adalah putra dari Prabu Kertabumi hasil pernikahan dengan istri pertamanya yaitu Putri Campa yang mempunyai nama asli Dewi Kian yang berasal dari tanah Canyu Thailand (Muangthai). Kesembilan kakak tirinya adalah Pangeran Nariyo Damar, Pangeran Bantian Rejawi Lembu Peteng, Raden Patah, Pangeran Joko Sengkoro, Pangeran Lembu Gugur, Pangeran Somad Guto Darmono, Pangeran Jarot Pamulih, Pangeran Parta Lengan, dan Pengeran Adipati Karang Gawong.

Perjuangan Pangeran Panggung menyebarkan Islam dimulai sejak runtuhnya Kerajaan Majapahit yang mengalami kekalahan dalam perang melawan Kerajaan Kediri di bawah pimpinan Prabu Girindrawardana. Setelah kalah perang, Prabu Brawijaya ayah dari Pangeran Panggung melarikan diri ke Bojonegoro, Desa Singorojo, di bawah kaki Gunung Lawu yang kemudian meninggal dan dimakamkan di desa tersebut dengan julukan baru yaitu Pengeran Singorojo.

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

100,000FansSuka
700PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
- Advertisement -spot_img

Artikel Terbaru