Semarang, 9 Juli 2025 — Tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah masih menjadi tantangan besar. Dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 36 juta jiwa, ketimpangan sosial dan ekonomi, terutama di wilayah pedesaan dan pinggiran kota, masih sangat nyata.
Di sisi lain, potensi dana zakat, infak, dan sedekah (ZIS) yang sangat besar belum termanfaatkan secara optimal. Banyak program zakat yang masih bersifat konsumtif dan belum menyentuh akar persoalan struktural kemiskinan. Selain itu, minimnya sinergi antarlembaga menjadikan upaya pemberdayaan masyarakat berjalan sendiri-sendiri, kurang terkoordinasi, dan belum berdampak sistemik.
Menjawab tantangan tersebut, Dompet Dhuafa Jawa Tengah menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Jaringan Mitra Pemberdayaan dan Mitra Pengelola Zakat”, sebagai upaya memperkuat sinergi lintas sektor dalam pengentasan kemiskinan melalui pendekatan pemberdayaan yang terintegrasi dan berkelanjutan.
Kegiatan ini dibuka oleh Pimpinan Cabang Dompet Dhuafa Jawa Tengah, Zaini Tafrikhan, yang menegaskan pentingnya kolaborasi sebagai kunci keberhasilan dalam membangun masyarakat yang mandiri dan sejahtera.
“Kita tidak bisa lagi berjalan sendiri-sendiri. Sudah saatnya seluruh entitas bersinergi karena kemiskinan tidak bisa diselesaikan oleh satu lembaga. Dompet Dhuafa hadir bukan untuk menggurui, tapi untuk mengajak bergerak bersama,” ungkapnya.
FGD ini melibatkan berbagai pemangku kepentingan, antara lain:
Dasiri, S.Pd., M.Pd., Ketua Tim Kerja Pemberdayaan Zakat Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Tengah, yang menyoroti pentingnya pembagian peran yang jelas antara pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) agar tercipta sinergi yang saling melengkapi.
“Program pemerintah dan LAZ harus berjalan beriringan. Zakat harus dikelola secara akuntabel dan berorientasi pada pemberdayaan, sesuai regulasi,” ujarnya.
Udhi Tri Kurniawan, Deputi Direktur Pemberdayaan sekaligus Sekretaris Pengurus Yayasan Indonesia Wirausaha Berdaya, yang menekankan bahwa zakat harus menjadi kekuatan transformatif yang mendorong kemandirian umat.
“Ruh dari zakat adalah pemberdayaan. Dalam 32 tahun perjalanan Dompet Dhuafa, kami tidak hadir untuk merasa paling benar, melainkan menjadi fasilitator gerakan kolaboratif untuk kemaslahatan umat,” jelasnya.
Sidik Anshori, Ketua FOZ Wilayah Jateng, yang menekankan perlunya penguatan jejaring antar-lembaga agar terbentuk ekosistem pemberdayaan yang solid.
“Kita membutuhkan sistem kerja yang terintegrasi agar dampak yang dihasilkan lebih luas dan tepat sasaran,” ucapnya.
FGD ini turut dihadiri oleh para Mitra Pengelola Zakat (LAZ), akademisi, Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jawa Tengah, penerima manfaat program pemberdayaan, serta perwakilan media. Para peserta berbagi pengalaman dan memberikan masukan strategis terhadap pelaksanaan program yang telah berjalan serta tantangan yang dihadapi di lapangan.
Melalui forum ini, Dompet Dhuafa Jawa Tengah berharap terbangunnya jaringan kolaboratif antar-aktor pemberdayaan untuk mewujudkan transformasi zakat dari yang bersifat karitatif menuju pendekatan yang produktif, berdampak luas, dan berkelanjutan. Komitmen untuk terus mendorong sinergi akan menjadi fondasi bersama dalam menciptakan kesejahteraan yang lebih merata bagi seluruh masyarakat Jawa Tengah.