Jakarta, wedangjaekendal.com – Dosen Ilmu Politik dan International Studies Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam menilai, kekalahan pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur nomor urut 1 Andika Perkasa-Hendrar Prihadi menjadi tanda rapuhnya PDI-P di Jawa Tengah. Padahal, wilayah ini sudah lama disebut-sebut sebagai “kandang banteng”. Namun, keunggulan suara justru diraih oleh paslon nomor urut 1, Ahmad Luthfi-Taj Yasin yang mendapat 59,30 persen berdasarkan hasil hitung cepat (quick count) Litbang Kompas. “Kekalahan Andika-Hendrar di Pilgub Jateng menjadi penanda bagi terciptanya sejarah tumbangnya PDI-P di kandang Banteng. Sebab, sejak sejarah Pilkada hadir di 2005, PDI-P selalu digdaya di Jateng,” kata Umam kepada Kompas.com, Kamis (28/11/2024).
Menurut Umam, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, pengusung Luthfi-Taj Yasin memiliki mesin politik yang besar, sekitar 75 persen dengan dukungan Presiden ke-7 RI Joko Widodo dan Ketua Umum Partai Gerindra yang kini menjadi Presiden, Prabowo Subianto.
Fenomena ini, menurutnya, memberikan pesan politik kuat bagi simpul-simpul kekuatan politik, termasuk juga para donor logistik, untuk memenangkan Lutfi- Taj Yasin sepenuhnya. “Jaringan Jokowi juga all out and at all cost, karena hasil Pilkada Jateng menjadi pertaruhan nasib dan juga pride bagi Jokowi dan keluarga yang harus berhadap-hadapan dengan kekuatan PDIP yang selama ini terkuat,” ucap Umam.
Faktor kedua, dilihat dari karakter pemilih Jawa Tengah yang masih didominasi oleh masyarakat santri. Dengan begitu, masyarakatnya lebih mendukung representasi kandidat nasionalis-santri yang tercermin di Lutfi-Yasin. Sedangkan, pasangan Andika-Hendrar cukup berbeda, keduanya sama-sama merepresentasikan corak nasionalis. “Dengan demikian, kekuatan KIM yang diback up oleh Jokowi bisa memanfaatkan situasi rapuhnya barisan kekuatan PDIP di Jawa Tengah. Ditambah lagi, constrain utama yang dihadapi calon PDIP di Pilkada Jateng adalah faktor sangat terbatasnya waktu sosialisasi, termasuk untuk melakukan penetrasi ke segmen santri di Jawa Tengah,” tuturnya.
Pengamat politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati menambahkan, ketokohan Presiden Jokowi yang identik dengan Jawa Tengah juga menjadi faktor menguatnya suara Luthfi-Taj Yasin. Jokowi, yang kini berbeda jalan dengan PDI-P, lantas menciptakan anomali perilaku pemilih lokal di Jawa Tengah. Pemilih yang sebelumnya bersifat partisan kini menjadi berbasis ketokohan. “Saya pikir faktor domisili dan kekuatan ketokohan mantan Presiden Jokowi di Jateng menjadi salah satu faktor utama perubahan peta pemilih lokal,” ucap dia.
Di sisi lain, Direktur Monitoring Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia, Jojo Rohi berpendapat, kuatnya suara Luthfi-Taj Yasin turut dipengaruhi oleh pra-kondisi. Menurutnya, Ahmad Luthfi yang didukung Jokowi sudah melakukan prakondisi jauh-jauh hari sebelum Andika diperjuangkan maju di Jawa Tengah. “Untung Jateng, Andika-Hendrar kalah di pra-kondisi. Ditambah lagi, adanya indikasi “partai coklat” yang ikut bermanuver melakukan operasi pemenangan juga turut berkontribusi bagi kemenangan Luthfi,” jelas Jojo.
Sebagai informasi, Hasil hitung cepat atau quick count Litbang Kompas pada Pilkada Jawa Tengah (Jateng) 2024 dengan data masuk 100 persen merilis keunggulan suara Ahmad Luthfi-Taj Yasin. Pasangan Cagub-Cawagub Jateng nomor urut 1 Andika Perkasa-Hendrar Prihadi meraih 40,70 persen. Sementara pasangan Cagub-Cawagub Jateng nomor urut 2 Ahmad Luthfi-Taj Yasin memperoleh 59,30 persen. Adapun, perolehan suara tersebut bukan merupakan hasil penghitungan suara dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).